Pertengahan tahun 60-an adalah awal berdirinya club-club Pecinta Alam di Indonesia seperti Wanadri, dan Mermounch, serta mulai berdiri Mapala di kampus-kampus. Gunung-gunung di Indonesia yang sebelumnya hanya didaki oleh para pejiarah dan para pemburu satwa, mulai didaki oleh para pecinta alam.
Membuka jalur sering menjadi tujuan utama pendakian kala itu. Susahnya medan karena masih tertutup tanaman liar dan sulitnya menentukan arah jalur membuat pendakian bisa memakan beberapa hari bahkan bisa mingguan. Untuk mendapatkan jalur yang nyaman untuk sampai di puncak sungguh tidak mudah. Maka ketika mereka berhasil mencapai puncak sungguh merupakan prestasi yang sangat luar biasa, mengingat jalur pendikan yang mesti dicari dab dibuka terlebih dahulu.
Jalur yang umum yang sering dilewati penduduk untuk mencari kayu bakar, rumput, dan berburu binatang juga sudah ada. Sehingga beberapa gunung sudah ada jalur yang cukup nyaman untuk didaki. Meskipun demikian karena jarangnya orang atau pendaki yang lewat maka jalur sering tertutup tanaman semak dan rumput sehingga pendaki harus membawa golok.
Tahun 1970 gunung gede juga sudah ramai didaki oleh para pecinta alam, meskipun awal tahun 60-an gunung gede baru saja habis meletus. Tentu saja jalur masih bersih dari sampah-sampah. Namun corat-coret sudah banyak.
[nggallery id=6]
Memang pada awalnya sudah menjadi tradisi para pendaki untuk membuat tanda kenangan berupa coretan di batu, atau tulisan dengan mencongkel pohon. Begitu juga dengan membawa kenangan dari puncak gunung dengan memetik bunga edelweiss.
Dengan semakin banyaknya pendaki di awal tahun 90-an maka sampah dan coretan di gunung mulai banyak sekali dan sangat menggangu pemandangan. Apalagi jika setiap pendaki memetik bunga edelweiss maka dikawatirkan bunga tersebut akan habis, karena pertumbuhan bunga edelweiss sangatlah lamban dibandingkan dengan tanaman lainnya.
Pertama kali naik gunung hingga mencapai puncak dilakukan Mbah Steve pada awal tahun 80-an di gunung Lawu di Jawa Tengah. Kala itu hutan-hutan di sekitar puncak Lawu masih sangat lebat, berbeda dengan pemandangan di akhir tahun 2009. Hutan di sekitar puncak sudah habis karena hampir setiap tahun terjadi kebakaran hutan.

Hutan di gunung Merbabu pada tahun 1965 masih sangat lebat bahkan hingga hampir sampai di puncak masih berhutan. Kala itu di puncak gunung merbabu masih terdapat pohon besar yang tumbuh. Bapak Marsekal Imam Tjahjadi pendiri Merbabu Mountaineering Club yang disingkat dengan Mermounch pada tanggal 14 Agustus 1965 berhasil mencapai puncak gunung Merbabu dari jalur Thekelan dan mereka merayakannya dengan bersama-sama memanjat pohon besar yang tumbuh di puncak gunung Merbabu.

sumber: http://id.merbabu.com/?p=153